Minggu, 05 Juni 2011

Mewujudkan Kemandirian Nasional Melalui Revitalisasi Industri Strategis

Tulisan ini dimuat di Harian Seputar Indonesia, edisi Minggu 5 Juni 2011

Sekaratnya kondisi finansial dari beberapa industri strategis nasional telah menyisakan ironi. Sebab industri strategis merupakan tolak punggung nasional dalam mengurangi ketergantungan akan dominasi asing khususnya di bidang yang membutuhkan teknologi tinggi. Selain itu matinya industri strategis akan menyebabkan negeri ini mengalami brain drain  dengan menghilangnya SDM kita yang berkualitas tinggi akibat hilangnya kesempatan bagi mereka untuk mengaplikasikan ilmunya di dalam negeri.

Menurunnya kiprah dari industri strategis ini bermula dari krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997, dimana pasca ditandatanganinya perjanjian hutang Indonesia dengan IMF, maka Indonesia diharuskan menghentikan insentif dan bantuan kepada industri strategis.[1] Kemudian hal itu ditambah dengan semakin melemahnya iktikad dari pemerintah atas pengembangan industri strategis pasca pemerintahan B.J. Habibie.
Padahal sebenarnya Indonesia memiliki potensi ekonomi yang luar biasa dimana menurut prediksi Goldman Sachs akan menjadi kekuatan perekonomian no. 7 di dunia pada tahun 2050.[2] Dengan potensi ekonomi yang dimilikinya tersebut maka Indonesia seharusnya dapat memaksimalkan dan mengoptimalisasi industri-industri strategis yang telah ada di Indonesia.

Revitalisasi itu sendiri pertama-tama dilakukan dengan pembenahan manajemen. Sudah saatnya manajemen dari BUMN khususnya di bidang industri dikelola secara profesional agar tidak terjadi mismanajemen di kemudian hari. Kemudian disusul dengan penyuntikkan dana. Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa BUMN strategis seperti PT PAL, PT DI, PT Inka dan yang lainnya terjerat hutang yang sangat besar yang membuat mereka tidak leluasa untuk berproduksi. Bila pemerintah tidak memilliki dana yang memadai maka pemerintah dapat mengajak investor baik lokal maupun asing untuk ikut serta dalam pendanaan. Namun mekanisme penanaman modal untuk industri strategis tersebut harus diatur dengan sedemikian rupa agar tidak merugikan kepentingan bangsa ini mengingat vitalnya fungsi dari industri strategis ini.

Langkah berikutnya dalam merevitalisasi industri strategis adalah dengan menyediakan pasar. Untuk PT DI dan PT PAL misalnya pemerintah dapat mewajibkan instansi pemerintah dan BUMN untuk menggunakan kapal dan pesawat buatan kedua BUMN tersebut. Untuk PT Inka bisa dilakukan dengan memerintahkan PT Kereta Api untuk menggunakan produksi dari PT Inka tersebut. Agar hasil produksi dari industri-industri strategis tersebut dapat kompetitif di pasaran, maka tak ada salahnya bila pemerintah memberikan insentif-insentif kepada industri strategis tersebut, juga rajin mempromosikan produk dalam negeri tersebut dalam pameran atau lawatan ke negara lain.

Revitalisasi atas industri strategis tersebut mutlak harus dilakukan karena industri strategis merupakan muara dari implementasi atas penguasaan IPTEK. Akan sangat disayangkan jika ribuan putra-putri terbaik bangsa ini terpaksa harus berkarya di negeri orang akibat mereka tidak memiliki tempat untuk berkarya di negeri ini khususnya di bidang IPTEK bila industri strategis tersebut mengalami kematian. Pasang surut dari industri strategis itu sendiri dapat berimbas bagi kemandirian nasional, karena selama ini kita kerap bergantung pada asing di sektor-sektor yang membutuhkan penguasaan IPTEK tingkat lanjut. Tentunya kita semua akan lebih bangga jika militer kita menggunakan tank buatan PT Pindad lalu maskapai penerbangan kita menggunakan pesawat buatan PT DI. Semua hanya dapat terwujud jika industri strategis kita bangkit kembali.



[1] B.J. Habibie, Habibie dan Ainun, (Jakarta:THC Mandiri, 2010), hal. 192-193.
[2] Laporan studi Goldman Sachs yang dapat diakses di http://www2.goldmansachs.com/ideas/brics/book/BRIC-Full.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar