Sabtu, 31 Desember 2011

Mengakar Dahulu, Memperkuat Kedudukan DPD dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Kemudian

DPD itu apa sih? DPD itu makhluk apa sih? DPD apanya DPR sih? Dan masih banyak lagi ketidaktahuan masyarakat kita mengenai DPD. Bahkan tidak jarang pula sebagian orang salah kaprah dalam menyebutkan kepanjangan DPD dimana alih-alih menyebutkan DPD sebagai Dewan Perwakilan Daerah malah DPD dimaknai sebagai Dewan Pimpinan Daerah yang merupakan kepanjangan tangan partai di daerah tingkat I.
DPD sebagai suatu lembaga baru yang lahir pasca amandemen UUD 1945 kehadirannya masih terasa asing di tengah masyarakat walau telah dua periode pemilu berlalu. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan fungsi dan wewenang DPD khususnya warga daerah yang diwakilinya pantas dicermati lebih mendalam. Sebab di tengah keinginan sejumlah anggota DPD untuk memperkuat fungsi DPD supaya  sistem bikameral di Indonesia tidak berjalan semu akibat dominannya peranan DPR, kekurang mengakaran DPD di tengah masyarakat jelas kontraproduktif terhadap misi ini.
Sesungguhnya seruan penguatan fungsi DPD melalui amandemen UUD 1945 agar efektivitas keberadaan DPD lebih optimal telah lama menggema. Tetapi sayangnya seruan tersebut lebih banyak digelorakan internal DPD sendiri maupun dari kalangan akademisi. Sementara kalangan akar rumput yang merupakan basis konstituen dari para anggota DPD ini cenderung tidak tahu apa-apa mengenai permasalahan yang dialami DPD ini.
Dalam kenyataannya dukungan dari publik tidak dapat dipandang sebelah mata. Selama ini upaya DPD agar fungsi dan wewenangnya diperkuat melalui amandemen pengaturan DPD dalam UUD 1945 sulit dilakukan. Sebab untuk mengamandemen UUD 1945 dibutuhkan persetujuan dari 50% ditambah satu suara di MPR dengan kehadiran minimal 2/3 dari seluruh anggota MPR.[1] Padahal anggota MPR yang berjumlah 692 orang, konfigurasinya sangat menyimpang, yakni anggota DPD hanya berjumlah 132 sementara sisanya diisi oleh anggota DPR.[2] Timpangnya konfigurasi ini membuat menyulitkan upaya DPD untuk mengegolkan rencana amandemen UUD 1945. Ditambah lagi sebagian anggota DPR masih memiliki ego tentang superiotas DPR sebagai eks satu-satunya lembaga legislatif di Indonesia sebelum DPD hadir.
Untuk mengatasi hal itu maka selain lobi-lobi politik dengan pihak-pihak terkait, DPD tidak bisa mengabaikan peranan publik akar rumput. Bagaimanapun juga baik anggota DPD dan anggota DPR sama-sama dipilih rakyat yang pastinya saling beririsan. Kedua lembaga tersebut sama-sama membutuhkan legitimasi dari masyarakat. Menyadari kenyataan ini maka alangkah baiknya DPD secara massif mulai menyosialisasikan keberadaan DPD di tengah masyarakat. Setelah keberadaan DPD tersosialisasi dengan baik kemudian secara bertahap DPD memberikan edukasi politik tentang pentingnya penguatan fungsi DPD. Diharapkan kesadaran masyarakat tidak hanya terbangun seutuhnya namun juga tergugah untuk ikut mendorong penguatan fungsi DPD. Dari titik ini DPD mendapatkan modal berharga bila lobi politik di tingkat atas menemui jalan buntu. Jika hal ini terjadi maka masyarakat pasti tidak akan tinggal diam. Dengan telah tergugahnya kesadaran masyarakat untuk ikut aktif mendorong penguatan fungsi DPD membuat agregat dukungan memuncak dan perlahan-lahan timbul tekanan publik yang terus bereskalasi.  Adanya tekanan yang berlangsung dengan penuh kontinuitas ini lambat laun akan membuat pihak yang selama ini menjegal penguatan fungsi DPD tergugah sehingga selanjutnya mereka pasti mempertimbangkan pelolosan amandemen UUD 1945 untuk memperkuat kedudukan DPD di tataran ketatanegaraan kita. Kemudian mimpi untuk menguatkan fungsi DPD agar mampu berperan optimal pun dapat terwujud untuk selanjutnya memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi NKRI.


[1]Lihat pasal 37 UUD 1945.
[2]Susunan MPR periode 2009-2014

Senin, 05 September 2011

GALAU BERAT SAMA BEM UI 2010








Melihat dinamika kampus dua bulan terakhir yang menghangat karena >biasalah pergerakan mahasiswa penuh gesekan dan intrik< dan yang terbaru munculnya gerakan untuk mengkoreksi pak rektor UI, tiba-tiba membuat gw bener-bener kangen sama suasana Pusgiwa lantai 2. Kangen ngobrol sama-sama temen-temen. Kangen maen PS bareng ketika "jam kerja" BEM selesai. Kangen pulang malam karena keasyikan diskusi. Kangen rapat-rapat kesmalink. Kangen ceng-cengan sama  yang lain. Kangen "diintrikkin" sama pihak yang ga suka sama BEM UI hehe.. Kangen aksi ke jalanan bareng,,, Kangen nongkrong-nongkrong ga jelas di Pusgiwa. Pokoknya kangen segalanya deh. Sejujurnya kenangan di BEM UI 2010 itu mahal harganya. Ternyata apa yang dikatakan bang Edwin eks ketua BEM UI 2008 itu benar, ia sempat bilang bahwa ia sama sekali ga mau ngulang masa-masa berat di BEM tapi di sisi lain ga ada pengalaman yang lebih ia rindukan selain pengalaman di BEM UI 2008.

Bersyukurlah teman-teman yang pernah gabung BEM UI dan ga gabut (Kalo gabut jelas ga bakal terasa bekasnya). Lewat BEM UI kalian berkesempatan kenal dengan temen-temen dari hampir semua fakultas. Lewat BEM UI kalian bisa kenal orang-orang dari pelbagai karakter. Lewat BEM UI kalian bisa ngerasain riweuhnya jadi event organizer dan pusingnya mikirin gerakan. Lewat BEM UI kalian akan merasa rektorat tega bener menempatkan pusgiwa pada lokasi terasing yang ga dilewatin bis kuning. Pokoknya buat anak 2009,2010,2011, dan seterusnya yang ga sengaja nemu tulisan ini, saran gw cobain deh seumur hiduplo gabung BEM UI gw jamin lo ga bakal nyesel hehe,,,

Jumat, 02 September 2011

Dream: A Pathway to Change (Part II)


 
Delivered by Iman Usman (19) from Indonesia at the 9th UN Youth Assembly in New York before receiving The Youth Assembly Recognition for Excellence

People have told to me that “serving humanity is like giving life to the lifeless”, but for me, it is not only for the lifeless, but also for ourselves. We can make our life bigger than we can think.
People often say that volunteering and activism only waste time, energy, and even money. But what I learned is this: you will not lose anything by being a giver; instead you will received many things that you never expected.

It is in my wildest dream to be invited to various international forums and have the opportunity to speak on behalf young people. I never expected to earn trust as a consultant for various government projects and United Nation agencies at the age of 19. I never expected have a privilege of invitations by vice presidents, ministers, parliaments in my country due to what my team and I have done. And the most important thing, I never expected to see people smiling because of what I do. It is a blessing to make people feel blessed and happy as they are with you. And finally, I could do something. Each one of us can do something.

In last 3 years, I had the opportunity to travel to dozens of countries, speak, share, and learn from one person to thousands. I am inspired by thousands of children’s dreams around the world and help them to realize their potential, to make the impossible possible, and the unexpected happen.

And one of them is We Are Family Foundation’s Three Dot Dash – Just Peace Summit. I have a priceless honor as one of 31 Global Teen Leader representing 12 different countries and five continents this past March. I meet bright minds with other 30 teen leaders at the Summit in New York. It was great to meet and be connected with these amazing youth, where we collaborate together to amplify our work and encourage millions of people to replicate our positive messages and get involved.

We share best practices, and support each other, even after the Summit has passed. With this global network, all Global Teen Leader alumni have already made a direct impact to more than 4 million people globally, and the numbers keep growing. It is interesting and enlightening to see the power of youths, and how their passion can impact mother earth. We connected because of our same hopes, compassion, courage, and passion.

We are so blessed to be part of Generation21, to be the generation who lives in 21st century, with all technology supports around us, that make it easier for us to do something collectively and globally. A borderless world But it also provides various challenges that we have to overcome. We can convert challenges into opportunities.

Being part of these movement brought me many surprises in life. I do believe that there are still more surprises ahead, but that’s not the point. The point is, the more people appreciate youth involvement, the better a sign it is for youth to be heard and get the opportunity to be a part of the solution. What I believe is that opportunity itself is not ascribed, it is not something that we have to wait for – we can create our own opportunities. Just keep your eyes open.

Once more, I would like to say, that this moment is very meaningful for me. Thank you to everyone who has supported me since the beginning. Thanks to my mom, my dad, my family, my coaches, and my friends who always believe in me. I would like to thank and receive this recognition on behalf of other undiscovered young people around the world who did something to change their life. You all are my greatest inspiration.

I enjoy my pathway to making a difference and this is the way I want to be remembered.  You may also have your own pathway, because there is no rigid template in change. Let’s start by dreaming, exploring our talents, doing something small, then trying to reach further, reach more people, and eventually it will be not only your movement, but also a social movement, a global movement. I do believe that any exploration of talent and passion can contribute to social changes. A small action that is conducted by a single individual will consistently make other people follow it, and then it has real impact. Never limit yourself. Never underestimate yourself because we are young. We can change the world.

If a 10 year-old boy with nothing attached to him could ignite something, why can’t you. He had a dream, and you have a dream. Think Big, Make it Happen! I will wait for another story from YOU! Thank you.

Dream: A Pathway to Change (Part I)

It's been a long time since my last article in this blog despite I have several things in my mind from my latest experiences. The problem is not time, indeed. But surely my laziness to update this blog >.<. By the way either for those who visits my blog or the one who is looking for inspiration, please let me share inspiring speech from Iman Usman. If you know nothing about this guy, just check his website or googling. Okay I think is enough from me, and feel free to read the rest.

Delivered by Iman Usman (19) from Indonesia at the 9th UN Youth Assembly in New York before receiving The Youth Assembly Recognition for Excellence

Good afternoon everyone, it is indeed an honor for me to be here with you all today. Thank you for the UN Youth Assembly for inviting me. I feel the excitement of passionate young leaders in this room, and it makes me more than excited.

I’d like to begin with a story of a kid, a 10 year-old boy, living in a small town in Indonesia. He was a normal kid, not a child prodigy, who found himself powerless and talentless. But the one thing he had – he had a dream. Since he was child, he was the one who believed in dreams. For him, a life without dreams was just like driving without a destination. Dreams became the stepping stones and foundation of enjoying his life – making it valuable to the world. His dream was simple, but most people thought that it was too big, or even too idealistic. But he believed that there is no dream too big, because it is not a dream if it is not big.

He just wanted a better world, a better place for every single child in the world to live, to survive, and to develop. When he was a child, he was treated unjustly. His opinion was dismissed. His voice was deemed meaningless by society. He had nowhere to speak his ideas, and bring them to action. He also saw that many kids felt the same as he did. He did not come from a wealthy or well-educated family. But, he believed these challenges should not be justifications to undermine or discriminate against him. That 10-year-old kid insisted, and reminds me every day: that no matter what your background is, no matter how old you are, you are a human being with rights and liberty.
 
The painful realities he endured led him to embark the journey in improving his own quality of life, and step-by-step, try to improve the quality of human beings around him. He believed that he couldn’t wait for someone to come and fix his life – he was the one to fix it. He was very passionate about the struggle to empower children, the future generation.

His story of movement began with a blackboard. When he was 10 he found that many kids in the neighborhood couldn’t access books and other sources of information.  So, he established a free course for underprivileged children. Later on, he established a small library in front of his house. It’s His hope that this small action would lead him to a larger action with a bigger impact. He became involved in various communities, journalism, entrepreneurship programs, and active in advocating for child rights issues when he was elected as Secretary General for a children’s forum in his province. He conducted various campaigns, initiated and coached various brands on social activism, particularly on the promotion of the achievement of the MDGs. Until he moved to the capital town for study, and the study could not stop his momentum of change as he thought that he need to do a bigger action.

Then, he founded a youth-led NGO concerning youth empowerment for social change. With his team, he went from school to school, campus to campus, to deliver capacity building and inspire youths to believe and achieve their dreams. He conducted various community development projects to achieve the MDGs, as well as advocacy on youth-related issues by mobilizing thousands members and more than 500 volunteers who impacted thousands lives.

The story of this kid is really meaningful and has a lot of correlation to myself. That kid is in front of you all right now, that’s the story of me.
I share this story not for the sake of mentioning my achievement. It is because I just want to tell you that when I started to “do something”, I was nothing compared to you all today but I know I holding the part of the bright future of my country.
I couldn’t speak any language beside my mother tongue but I know I can speak the word of change.
I couldn’t play any musical instrument, sing, dance, or anything else that I can be proud of but I listened to the tune in my heart.
I knew my dream and my past experiences that lead me to make a difference. I had the courage. Even today, I am still that 10 year-old boy, with a bigger vision, with a bigger dream to achieve, with more friends at my back for support.

Selasa, 19 Juli 2011

Timeline Politik Nano-Nano yang Menghibur Hati yang Nano-Nano

Setres!! Itulah yang ada di benak saya hari ini. Sebab niat eksekusi bisnis lele dan bebek yang harusnya udah bisa dilakukan pada awal Agustus ini menjadi harus dijadwal ulang kembali. Penyebabnya tidak lain adalah karena pemilik lahan yang tadinya mau diajak kerja sama membatalkan rencananya untuk meminjamkan lahannya. Padahal lahan merupakan hal yang krusial dalam melaksanakan bisnis peternakan dan dalam realitanya tidak mudah mendapatkan lahan yang mudah untuk digarap. Tapi ya sudahlah setidaknya saya dan teman saya cuma rugi waktu dan mungkin ongkos survei ke lapangan yang tidak seberapa. Yang penting ganjalan ini bisa dijadikan pengalaman berharga dalam masuk ke bisnis peternakan.

Oiya terkait timeline yang nano-nano, jadi kebetulan di timeline saya dari awal saya online malam di twitter hari ini hingga pukul 1.45 dinihari ini terdapat aktor-aktor politik yang sedang membahas pemira. Dimulai dari curhat salah satu panitia pemira terkait chaosnya pemira tahun kemarin dan disusul curhat dari salah satu anggota lembaga legislatif tingkat universitas yang merasakan kuatnya tarik menarik kepentingan dalam kehidupan politik kampus. Saya yang udah mahasiswa tingkat akhir ini pun hanya tersenyum melihat seliweran tweet-tweet tersebut di timeline saya. Saya membaca rangkaian tweet-tweet tersebut, namun saya sama sekali tidak berminat untuk berkomentar because it’s useless!!  You should take care in other issues that give benefit for you and maybe for people around you. Kenapa saya berkomentar seperti ini di dalam blog saya?? Karena saya kapok sempat memiliki rasa benci yang besar pada beberapa kelompok yang dalam persepsi saya berlaku secara tidak baik (walaupun besar juga kemungkinan bahwa yang tidak baik sebenarnya adalah saya) di dalam diri saya akibat terjebak dalam ruwetnya dunia politik kampus.

Pada akhirnya dalam tulisan yang sangat ringan ini (males mikir ribet) saya ingin menyimpulkan bahwa sesungguhnya  quotes ini A politician thinks of the next election. A statesman, of the next generationnyaris benar apa adanya. Nah tugas kitalah (kita?? gw ga ikutan kali :p) untuk merubah stigma bahwa politik itu hanyalah pertempuran kepentingan semata menjadi suatu sarana untuk mewujudkan pengabdian kita kepada masyarakat tempat kita bernaung. Oiya ada tweet mantap dari eks Kadep saya di BEM UI dulu yakni Ridhaninggar, 


“Untuk berkontribusi di kampus, mungkin memang lebih baik ga tau politik kmpus. Untuk berkontribusi di Indonesia, mungkin memang lebih baik ga tau politik penguasa.”

Sulit untuk tidak mengatakan bahwa dalam faktanya mungkin apa yang diungkapkannya nyaris benar 100%. Dalam faktanya memang sangat sedikit ada politikus yang berjiwa negarawan. Oleh karena itulah saya telah mencamkan dalam hati saya bahwa bila nanti saya akan terjun ke partai politik maka saya hanya boleh melakukannya jika dua syarat ini telah terpenuhi, yakni hidup berkecukupan dan berjiwa kenegarawanan. Jika dua hal ini gagal terpenuhi, sementara saya memaksakan tetap bergabung ke dalam partai politik hanya untuk memenuhi ego saya atau malah (naudzubillah) untuk kepentingan pribadi maka kelak yang terjadi adalah saya akan menjadi serupa dengan tipikal sebagian besar politikus Indonesia saat ini.

Semoga Allah senantiasa menjaga integritas kita dalam setiap langkah kita ^^

Minggu, 17 Juli 2011

Catatan Perjalanan Danar Sebagai Seorang Traveller (Prolog)



Tak dinyana pasca pertama kalinya mencoba travel sendirian ke Yogyakarta pada akhir 2007, berikutnya saya pun menjadi ketagihan. Dengan lepasnya status pelajar SMA cupu menjadi mahasiswa yang (sok) dewasa, lalu meningkatnya uang saku dari orang tua, serta tambahan dari kerja part time seperti mengajar les membuat peluang saya untuk bertualang ke suatu tempat apalagi secara independen alias “backpacking” semakin besar. Namun untuk mewujudkan itu semua ada dua hal yang harus dipenuhi:

1.      1. Tekad yang kuat!!!
Banyak sekali mahasiswa yang (maaf) omdo dalam hal berwisata secara backpacking! Kalau berwacana jago tetapi ga ada realisasi alias finishing 0! Sejujurnya kalo kita ga memiliki tekad yang kuat maka rencana wisata kita ga bakal terwujud deh walau duit kita segunung. Jadi asal tekad lo kuat, dengan anggaran yang kecilpun kita bisa berwisata ke berbagai tempat tentunya dengan perencanaan yang tepat sebelum berangkat.
2.      2. Izin orang tua!!!
Bagaimanapun juga izin dan doa restu orangtua mutlak diperlukan tanpa izin dan doa restu mereka perjalanan kita pun menjadi tidak diridhoi oleh Allah.

Kalau dirunut bentuk pengalaman travel saya beraneka rupa, ada yang backpacking baik murni maupun setengah murni, ada yang dalam bentuk tur organisasi, hingga pergi karena suatu konferensi. Insya Allah karena terinspirasi blognya fajri (teman SMA saya) yang rajin mengisahkan perjalanannya maka saya pun juga ingin berbagi mengenai pengalaman saya. Apalagi dengan mendokumentasikannya ke dalam bentuk tulisan maka pengalaman saya pun akan terekam abadi dibandingkan mengandalkan memori otak yang daya ingatnya terbatas.

Oiya jika dihitung-hitung hingga waktu ini saya telah mengunjungi 7 provinsi dan 2 negara. Dari ketujuh provinsi tersebut hanya Sumatera Selatan saja satu-satunya provinsi di luar Jawa yang pernah saya kunjungi. Harusnya daftar itu bertambah dengan Bali pada bulan Juni lalu, sialnya pada hari keberangkatan pesawat saya harus ujian susulan pada satu mata kuliah akibat saya tidak hadir pada UTSnya karena sakit. Sialnya lagi cuma dapat B- pada mata kuliah itu. Pokoknya jengkel banget deh kalo inget itu. Btw pasca sidang skripsi januari nanti (amiiin) saya berencana untuk backpacking ke satu provinsi. Hingga kini saya masih belum menentukan target, tapi pasti salah satu diantara Sumatera Barat, NTT, dan NTB. Saya berharap ada rekan yang menemani, tapi jika tidak ada saya siap solo backpacker hehe,,,

Untuk negara, saat ini saya telah mengunjungi Singapura dan Vietnam. Insya Allah list itu akan bertambah pada September nanti karena saya berencana mengunjungi Malaysia melalui Singapura. Perlu diketahui bahwa tidak HARUS JADI ORANG KAYA untuk liburan ke luar negeri. Kebetulan maskapai AirAsia beberapa kali mengadakan promo tiket murah bahkan GRATIS dan Alhamdulillah kedua perjalanan saya ke Singapura dan Vietnam itu salah satunya terjadi berkat peran tiket murah. Khusus Vietnam tiket saya benar-benar GRATIS lho ^_^ 

Dalam backpacking rekan perjalanan saya bervariasi mulai dari kakak dan adik saya hingga teman-teman saya. Saya bersyukur dianugerahi kakak perempuan yang tidak hanya menyayangi adik-adiknya namun juga hobi travelling. Btw kakak saya ini juga hebat dalam memburu tiket pesawat murah ke luar negeri dan menyusun itinerary. Kebetulan kakak saya ini termasuk orang yang perfeksionis jadi kalo wisata sama dia semua serba terjamin karena ia telah menyiapkan segalanya secara rapi.

Untuk-untuk teman-teman backpacking yang paling utama adalah Gama Ufiz (sahabat saya di FHUI jebolan SMANSA Bekasi) dan trio cewek FE UI tangguh :p jebolan SMANSA Bogor, yakni Belle, Ira, dan Anis. Keempat orang ini sangat konkret deh dalam hal travelling.  Untuk Gama, ia hebat dalam menyusun itinerary serta sangat berani (atau nekat? atau malah pelit? hehe). Cuma ya itu kelemahannya ia kadang terlalu taat sama itinerary yang ia buat khususnya dalam soal harga. Jadi jika ia menemukan harga suatu produk atau jasa di lapangan lebih mahal daripada yang ia anggarkan, maka ia akan berusaha agak “setengah mati-matian” untuk tidak melanggar “kitab anggaran” yang ia telah buat.  Oiya ia sempat mendirikan komunitas yang bernama UI Backpacker Community dengan ia sebagai ketuanya. Komunitas yang ia dirikan ini kalau tidak salah telah mengadakan dua kali trip, pertama ke Pangandaran dan kedua ke Semarang-Jogja-Solo. Riwayat perjalanan saya sama Gama sendiri baru sekali, yakni ketika ke Vietnam pada Januari 2011 lalu. Beberapa waktu yang lalu ia mengajak saya ke Pulau Komodo, namun karena keterbatasan finansial serta berbenturan dengan rencana perjalanan saya ke Dieng dan Nusakambangan, maka saya memilih tidak ikut.. Tapi insya Allah pada September ini saya bersama Gama akan kembali bertualang ke luar negeri dengan pergi ke Singapura dan Malaysia. 

Untuk trio FEUI dari SMANSA Bogor ini, yang paling getol buat jalan-jalan adalah Ira dan Belle disusul Anis. Tapi karena Belle lulus 3,5 tahun dan sudah bekerja di Kantor Akuntan Publik yang jadwalnya ketat tersebut, maka ia pun untuk sementara harus menghentikan hobi travelnya tersebut. Berjalan sama mereka tuh asik banget udah gitu mereka juga baik dalam masalah duit (lho??). Pokoknya mereka ringan tangan dalam membantu rekan sesama backpacker mereka. Pengalaman saya sama mereka juga baru sekali, yakni ketika kami menjelajah Malang, Bromo, Surabaya, dan Suramadu pada Januari 2010. Ketika itu selain mereka bertiga, kami juga ditemani oleh adik anis yang bernama Ilham, lalu Oma yang merupakan teman seangkatan saya di FHUI yang juga teman baik trio FEUI ini ketika masih di SMANSA Bogor, serta maba alias M. Arif Budiyanto yang merupakan mahasiswa teknik mesin UI sekaligus pacar Belle. Setelah perjalanan itu baik Ira, Anis, dan Belle kerap mengadakan perjalanan berikutnya. Hanya sayangnya kesibukan saya di BEM UI dan CEDS UI pada waktu itumembuat saya tidak dapat memenuhi ajakan mereka. Btw insya Allah pada hari Kamis ini saya bersama Ira dan Anis (tanpa Belle karena ia sibuk kerja) bersama teman-teman FEUI mereka (salah satunya bernama Hilmi yang merupakan teman saya di BEM UI 2010)  akan mengadakan trip ke Dieng dan Nusakambangan. Mohon doanya agar perjalanan kami semua berlangsung lancar.

Tanpa sadar sudah 900an kata yang saya ketik. Jadi cukup sampai di sini dulu perkenalan sisi lain saya sebagai seorang backpacker atau traveller (meskipun masih abal-abal). Insya Allah saya akan men-share tiap pengalaman saya selama travelling pada satu tulisan tersendiri.

Kamis, 07 Juli 2011

Midnight Self-Talk



There is an unwritten rule that guide you  to give support for those who have trouble with himself, but you can’t do that for everyone, because sometimes it could be interpreted with other meaning by the others. So the best option is do nothing if you are facing such problem.

Selasa, 21 Juni 2011

DIRGAHAYU JAKARTA YANG KE-484

DIRGAHAYU YANG KE-484 JAKARTA!!!
SEMOGA SEMAKIN MENJADI KOTA YANG MANUSIAWI BAGI SELURUH PENDUDUK DAN PENDATANG!!!!!!!!!!

Minggu, 05 Juni 2011

Mewujudkan Kemandirian Nasional Melalui Revitalisasi Industri Strategis

Tulisan ini dimuat di Harian Seputar Indonesia, edisi Minggu 5 Juni 2011

Sekaratnya kondisi finansial dari beberapa industri strategis nasional telah menyisakan ironi. Sebab industri strategis merupakan tolak punggung nasional dalam mengurangi ketergantungan akan dominasi asing khususnya di bidang yang membutuhkan teknologi tinggi. Selain itu matinya industri strategis akan menyebabkan negeri ini mengalami brain drain  dengan menghilangnya SDM kita yang berkualitas tinggi akibat hilangnya kesempatan bagi mereka untuk mengaplikasikan ilmunya di dalam negeri.

Menurunnya kiprah dari industri strategis ini bermula dari krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997, dimana pasca ditandatanganinya perjanjian hutang Indonesia dengan IMF, maka Indonesia diharuskan menghentikan insentif dan bantuan kepada industri strategis.[1] Kemudian hal itu ditambah dengan semakin melemahnya iktikad dari pemerintah atas pengembangan industri strategis pasca pemerintahan B.J. Habibie.
Padahal sebenarnya Indonesia memiliki potensi ekonomi yang luar biasa dimana menurut prediksi Goldman Sachs akan menjadi kekuatan perekonomian no. 7 di dunia pada tahun 2050.[2] Dengan potensi ekonomi yang dimilikinya tersebut maka Indonesia seharusnya dapat memaksimalkan dan mengoptimalisasi industri-industri strategis yang telah ada di Indonesia.

Revitalisasi itu sendiri pertama-tama dilakukan dengan pembenahan manajemen. Sudah saatnya manajemen dari BUMN khususnya di bidang industri dikelola secara profesional agar tidak terjadi mismanajemen di kemudian hari. Kemudian disusul dengan penyuntikkan dana. Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa BUMN strategis seperti PT PAL, PT DI, PT Inka dan yang lainnya terjerat hutang yang sangat besar yang membuat mereka tidak leluasa untuk berproduksi. Bila pemerintah tidak memilliki dana yang memadai maka pemerintah dapat mengajak investor baik lokal maupun asing untuk ikut serta dalam pendanaan. Namun mekanisme penanaman modal untuk industri strategis tersebut harus diatur dengan sedemikian rupa agar tidak merugikan kepentingan bangsa ini mengingat vitalnya fungsi dari industri strategis ini.

Langkah berikutnya dalam merevitalisasi industri strategis adalah dengan menyediakan pasar. Untuk PT DI dan PT PAL misalnya pemerintah dapat mewajibkan instansi pemerintah dan BUMN untuk menggunakan kapal dan pesawat buatan kedua BUMN tersebut. Untuk PT Inka bisa dilakukan dengan memerintahkan PT Kereta Api untuk menggunakan produksi dari PT Inka tersebut. Agar hasil produksi dari industri-industri strategis tersebut dapat kompetitif di pasaran, maka tak ada salahnya bila pemerintah memberikan insentif-insentif kepada industri strategis tersebut, juga rajin mempromosikan produk dalam negeri tersebut dalam pameran atau lawatan ke negara lain.

Revitalisasi atas industri strategis tersebut mutlak harus dilakukan karena industri strategis merupakan muara dari implementasi atas penguasaan IPTEK. Akan sangat disayangkan jika ribuan putra-putri terbaik bangsa ini terpaksa harus berkarya di negeri orang akibat mereka tidak memiliki tempat untuk berkarya di negeri ini khususnya di bidang IPTEK bila industri strategis tersebut mengalami kematian. Pasang surut dari industri strategis itu sendiri dapat berimbas bagi kemandirian nasional, karena selama ini kita kerap bergantung pada asing di sektor-sektor yang membutuhkan penguasaan IPTEK tingkat lanjut. Tentunya kita semua akan lebih bangga jika militer kita menggunakan tank buatan PT Pindad lalu maskapai penerbangan kita menggunakan pesawat buatan PT DI. Semua hanya dapat terwujud jika industri strategis kita bangkit kembali.



[1] B.J. Habibie, Habibie dan Ainun, (Jakarta:THC Mandiri, 2010), hal. 192-193.
[2] Laporan studi Goldman Sachs yang dapat diakses di http://www2.goldmansachs.com/ideas/brics/book/BRIC-Full.pdf

Jumat, 03 Juni 2011

Masa Depan Bangsa Bergantung Pada Investasi Pendidikan Masa Kini

Catatan: Tulisan ini dimuat dalam rubrik opini publik Media Indonesia

Proses liberalisasi pendidikan nasional yang secara perlahan menggerus peran negara atas penyelenggaraan pendidikan di tanah air, sedikit banyak berperan atas meningkatnya biaya pendidikan yang terjadi di berbagai institusi pendidikan di tanah air. Ironisnya proses liberalisasi tersebut telah berlangsung sedemikian derasnya hingga bahkan telah menjadi bidang usaha yang dapat dimasuki oleh investor asing. Hal ini menandakan bahwa sekarang kita telah memasuki era dimana institusi pendidikan mulai bertransformasi menjadi entitas usaha yang berorientasi pada keuntungan.

Sebagai public goods, sudah selayaknya upaya-upaya privatisasi atas pendidikan dihentikan. Baik pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun DPR sebagai pembuat undang-undang seharusnya sadar bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan akses atas pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi. Segala bentuk kebijakan maupun regulasi yang dapat membatasi akses masyarakat untuk menggapai pendidikan harus dievaluasi kembali.

Pada dasarnya bila anggota masyarakat gagal mengakses pendidikan yang layak baginya demi meningkatkan kapasitas dirinya maka hal ini dapat berimbas buruk bagi bangsa ini. Sebab bagaimanapun juga salah satu syarat untuk mengangkat negeri ini agar dapat setara dengan bangsa lainnya adalah dengan memanfaatkan kaum terpelajar dan tercerdaskan yang dimiliki oleh bangsanya.  Dengan tidak terjangkaunya biaya pendidikan maka negeri ini berpotensi kehilangan calon pemimpin masa depan karena mereka gagal memiliki kapasitas yang diperlukan untuk dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini akibat gagalnya mereka untuk dapat menikmati pendidikan yang layak.

Sementara itu bagi mereka yang mampu mengakses pendidikan yang berbiaya tinggi, maka bukan tidak mungkin jika selanjutnya sebagian besar dari golongan yang mampu membayar biaya pendidikan yang sedemikin tingginya itu menjadi berpola pikir pragmatis. Sebab dengan investasi besar yang mereka keluarkan, maka mereka kemudian akan berpikir untuk berusaha mendapatkan apa yang telah mereka investasikan tersebut ketika lulus nanti.

Jadi besarnya biaya pendidikan secara keseluruhan akan berimbas bagi semua golongan mulai dari golongan bawah sampai golongan atas. Sebagian dari golongan menengah ke bawah akan sulit mengakses pendidikan. Sementara sebagian dari golongan menengah ke atas selepas lulus nanti akan lebih memikirkan bagaimana mereka dapat mengembalikan investasi yang telah mereka keluarkan dibandingkan berbakti kepada bangsa oleh karena mereka merasa negara tidak memberikan apa-apa kepada mereka.

Meminjam konsep pendidikan menurut pedagogis terkemuka, yakni Paolo Freire bahwa pendidikan merupakan alat untuk membebaskan kaum tertindas dari ketertindasannya melalui hadirnya kesadaran kritis. Maka telah selayaknya para pemimpin bangsa ini mengevaluasi kembali segala kebijakan yang menyebabkan mahalnya biaya pendidikan dewasa ini. Sebab jika tidak, maka bisa jadi putra-putri bangsa yang dihasilkan oleh sistem pendidikan ini akan kelak menjadi penindas sesamanya dibandingkan menjadi elevator bagi majunya bangsa ini.

Oleh karena itu tidak ada salahnya negara menginvestasikan tidak hanya anggaran yang besar melalui APBN bagi pendidikan, namun juga pemikiran-pemikiran yang berujung pada penetapan kebijakan yang dapat membawa perbaikan dari struktur pendidikan nasional saat ini. Bagaimanapun juaga pendidikan merupakan salah satu instrumen investasi bagi masa depan bangsa. Jika negara berani berinvestasi besar di sektor ini, maka kelak suatu saat nanti putra-putri hasil penyelenggaraan pendidikan di masa kini akan menahkodai bangsa ini ke depan pintu gerbang kejayaan.