DIRGAHAYU YANG KE-484 JAKARTA!!!
Selasa, 21 Juni 2011
DIRGAHAYU JAKARTA YANG KE-484
Minggu, 05 Juni 2011
Mewujudkan Kemandirian Nasional Melalui Revitalisasi Industri Strategis
Tulisan ini dimuat di Harian Seputar Indonesia, edisi Minggu 5 Juni 2011
Sekaratnya kondisi finansial dari beberapa industri strategis nasional telah menyisakan ironi. Sebab industri strategis merupakan tolak punggung nasional dalam mengurangi ketergantungan akan dominasi asing khususnya di bidang yang membutuhkan teknologi tinggi. Selain itu matinya industri strategis akan menyebabkan negeri ini mengalami brain drain dengan menghilangnya SDM kita yang berkualitas tinggi akibat hilangnya kesempatan bagi mereka untuk mengaplikasikan ilmunya di dalam negeri.
Menurunnya kiprah dari industri strategis ini bermula dari krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997, dimana pasca ditandatanganinya perjanjian hutang Indonesia dengan IMF, maka Indonesia diharuskan menghentikan insentif dan bantuan kepada industri strategis.[1] Kemudian hal itu ditambah dengan semakin melemahnya iktikad dari pemerintah atas pengembangan industri strategis pasca pemerintahan B.J. Habibie.
Padahal sebenarnya Indonesia memiliki potensi ekonomi yang luar biasa dimana menurut prediksi Goldman Sachs akan menjadi kekuatan perekonomian no. 7 di dunia pada tahun 2050.[2] Dengan potensi ekonomi yang dimilikinya tersebut maka Indonesia seharusnya dapat memaksimalkan dan mengoptimalisasi industri-industri strategis yang telah ada di Indonesia.
Revitalisasi itu sendiri pertama-tama dilakukan dengan pembenahan manajemen. Sudah saatnya manajemen dari BUMN khususnya di bidang industri dikelola secara profesional agar tidak terjadi mismanajemen di kemudian hari. Kemudian disusul dengan penyuntikkan dana. Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa BUMN strategis seperti PT PAL, PT DI, PT Inka dan yang lainnya terjerat hutang yang sangat besar yang membuat mereka tidak leluasa untuk berproduksi. Bila pemerintah tidak memilliki dana yang memadai maka pemerintah dapat mengajak investor baik lokal maupun asing untuk ikut serta dalam pendanaan. Namun mekanisme penanaman modal untuk industri strategis tersebut harus diatur dengan sedemikian rupa agar tidak merugikan kepentingan bangsa ini mengingat vitalnya fungsi dari industri strategis ini.
Langkah berikutnya dalam merevitalisasi industri strategis adalah dengan menyediakan pasar. Untuk PT DI dan PT PAL misalnya pemerintah dapat mewajibkan instansi pemerintah dan BUMN untuk menggunakan kapal dan pesawat buatan kedua BUMN tersebut. Untuk PT Inka bisa dilakukan dengan memerintahkan PT Kereta Api untuk menggunakan produksi dari PT Inka tersebut. Agar hasil produksi dari industri-industri strategis tersebut dapat kompetitif di pasaran, maka tak ada salahnya bila pemerintah memberikan insentif-insentif kepada industri strategis tersebut, juga rajin mempromosikan produk dalam negeri tersebut dalam pameran atau lawatan ke negara lain.
Revitalisasi atas industri strategis tersebut mutlak harus dilakukan karena industri strategis merupakan muara dari implementasi atas penguasaan IPTEK. Akan sangat disayangkan jika ribuan putra-putri terbaik bangsa ini terpaksa harus berkarya di negeri orang akibat mereka tidak memiliki tempat untuk berkarya di negeri ini khususnya di bidang IPTEK bila industri strategis tersebut mengalami kematian. Pasang surut dari industri strategis itu sendiri dapat berimbas bagi kemandirian nasional, karena selama ini kita kerap bergantung pada asing di sektor-sektor yang membutuhkan penguasaan IPTEK tingkat lanjut. Tentunya kita semua akan lebih bangga jika militer kita menggunakan tank buatan PT Pindad lalu maskapai penerbangan kita menggunakan pesawat buatan PT DI. Semua hanya dapat terwujud jika industri strategis kita bangkit kembali.
[1] B.J. Habibie, Habibie dan Ainun, (Jakarta:THC Mandiri, 2010), hal. 192-193.
[2] Laporan studi Goldman Sachs yang dapat diakses di http://www2.goldmansachs.com/ideas/brics/book/BRIC-Full.pdf
Jumat, 03 Juni 2011
Masa Depan Bangsa Bergantung Pada Investasi Pendidikan Masa Kini
Catatan: Tulisan ini dimuat dalam rubrik opini publik Media Indonesia
Proses liberalisasi pendidikan nasional yang secara perlahan menggerus peran negara atas penyelenggaraan pendidikan di tanah air, sedikit banyak berperan atas meningkatnya biaya pendidikan yang terjadi di berbagai institusi pendidikan di tanah air. Ironisnya proses liberalisasi tersebut telah berlangsung sedemikian derasnya hingga bahkan telah menjadi bidang usaha yang dapat dimasuki oleh investor asing. Hal ini menandakan bahwa sekarang kita telah memasuki era dimana institusi pendidikan mulai bertransformasi menjadi entitas usaha yang berorientasi pada keuntungan.
Sebagai public goods, sudah selayaknya upaya-upaya privatisasi atas pendidikan dihentikan. Baik pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun DPR sebagai pembuat undang-undang seharusnya sadar bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan akses atas pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi. Segala bentuk kebijakan maupun regulasi yang dapat membatasi akses masyarakat untuk menggapai pendidikan harus dievaluasi kembali.
Pada dasarnya bila anggota masyarakat gagal mengakses pendidikan yang layak baginya demi meningkatkan kapasitas dirinya maka hal ini dapat berimbas buruk bagi bangsa ini. Sebab bagaimanapun juga salah satu syarat untuk mengangkat negeri ini agar dapat setara dengan bangsa lainnya adalah dengan memanfaatkan kaum terpelajar dan tercerdaskan yang dimiliki oleh bangsanya. Dengan tidak terjangkaunya biaya pendidikan maka negeri ini berpotensi kehilangan calon pemimpin masa depan karena mereka gagal memiliki kapasitas yang diperlukan untuk dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini akibat gagalnya mereka untuk dapat menikmati pendidikan yang layak.
Sementara itu bagi mereka yang mampu mengakses pendidikan yang berbiaya tinggi, maka bukan tidak mungkin jika selanjutnya sebagian besar dari golongan yang mampu membayar biaya pendidikan yang sedemikin tingginya itu menjadi berpola pikir pragmatis. Sebab dengan investasi besar yang mereka keluarkan, maka mereka kemudian akan berpikir untuk berusaha mendapatkan apa yang telah mereka investasikan tersebut ketika lulus nanti.
Jadi besarnya biaya pendidikan secara keseluruhan akan berimbas bagi semua golongan mulai dari golongan bawah sampai golongan atas. Sebagian dari golongan menengah ke bawah akan sulit mengakses pendidikan. Sementara sebagian dari golongan menengah ke atas selepas lulus nanti akan lebih memikirkan bagaimana mereka dapat mengembalikan investasi yang telah mereka keluarkan dibandingkan berbakti kepada bangsa oleh karena mereka merasa negara tidak memberikan apa-apa kepada mereka.
Meminjam konsep pendidikan menurut pedagogis terkemuka, yakni Paolo Freire bahwa pendidikan merupakan alat untuk membebaskan kaum tertindas dari ketertindasannya melalui hadirnya kesadaran kritis. Maka telah selayaknya para pemimpin bangsa ini mengevaluasi kembali segala kebijakan yang menyebabkan mahalnya biaya pendidikan dewasa ini. Sebab jika tidak, maka bisa jadi putra-putri bangsa yang dihasilkan oleh sistem pendidikan ini akan kelak menjadi penindas sesamanya dibandingkan menjadi elevator bagi majunya bangsa ini.
Oleh karena itu tidak ada salahnya negara menginvestasikan tidak hanya anggaran yang besar melalui APBN bagi pendidikan, namun juga pemikiran-pemikiran yang berujung pada penetapan kebijakan yang dapat membawa perbaikan dari struktur pendidikan nasional saat ini. Bagaimanapun juaga pendidikan merupakan salah satu instrumen investasi bagi masa depan bangsa. Jika negara berani berinvestasi besar di sektor ini, maka kelak suatu saat nanti putra-putri hasil penyelenggaraan pendidikan di masa kini akan menahkodai bangsa ini ke depan pintu gerbang kejayaan.
Label:
artikel,
danar anindito,
pendidikan
Rabu, 01 Juni 2011
Pemuda Inovatif Sebagai Katalisator dalam Upaya Mewujudkan Kemandirian Nasional
Catatan: Tulisan ini membuat saya masuk ke dalam finalis Blogging Competition yang diadakan CompFest 2011,, Alhamdulillah walau akhirnya ga menang, tapi saya menjadi semangat ngeblog :)
“Berikan aku seratus orang tua, maka akan kupindahkan Mahameru. Berikan aku sepuluh orang pemuda, maka akan aku guncangkan dunia.”
“Berikan aku seratus orang tua, maka akan kupindahkan Mahameru. Berikan aku sepuluh orang pemuda, maka akan aku guncangkan dunia.”
-Soekarno-
Pendahuluan
Saat ini Indonesia tengah digadang sebagai salah satu calon kekuatan baru perekonomian di masa depan dimana menurut prediksi salah satu lembaga keuangan global, yakni Goldman Sachs, Indonesia akan menjadi negara dengan tingkat perekonomian ketujuh di dunia pada tahun 2050. Ramalan tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya eksistensi Indonesia telah diperhitungkan secara global. Namun sayangnya realita saat ini menunjukkan fakta-fakta yang miris. Dalam headline Kompas edisi 23 Mei 2011 diangkat isu mengenai dominannya asing pada sektor-sektor strategis. Pada sektor pertambangan dominasi asing mencapai 75%. Kemudian di sektor perbankan kepemilikan asing telah menembus 50%. Lalu lebih dari setengah perusahaan telekomunikasi dikuasai asing. Kemudian dari perkebunan kelapa sawit yang menjadi primadona sektor perkebunan di dunia saat ini, pengelolaan lahan oleh asing telah menembus lahan seluas ±400.000 hektare.
Fakta-fakta yang dibeberkan oleh Harian Kompas tersebut, tak pelak mengindikasikan bahwa bangsa ini masih belum benar-benar mandiri. Proses liberalisasi atas berbagai sektor krusial yang merupakan imbas dari keikutsertaan Indonesia pada World Trade Organization (WTO) beserta kesepakatan-kesepakatan lain termasuk perjanjian hutang Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF) yang terjadi ketika krisis moneter berlangsung satu dekade lalu mulai berdampak secara dramatis akhir-akhir ini. Ironisnya kenyataan tersebut semakin diperberat dengan peranan pemerintah dan legislatif Indonesia yang seolah bermain mata dengan membuat regulasi-regulasi yang mempermudah dominasi asing di Indonesia. Ditambah lagi dengan fakta bahwa penegakan hukum di negara ini seakan-akan mandul dalam upaya memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang telah menjangkiti budaya sebagian masyarakat Indonesia secara kronis.
Lalu haruskah kita sebagai pemuda pesimis? Jika anda bertanya kepada saya, maka saya akan menjawab tidak. Jika para pemuda Indonesia telah bersikap demikian, maka sebuah mimpi besar tentang suatu negeri bernama Indonesia yang setara bahkan unggul dari bangsa lainnya di masa depan akan pudar. Padahal masa depan Indonesia di masa mendatang akan dibebankan pada para pemuda yang hidup di masa kini. Oleh karena itu api optimisme yang didukung dengan kerja keras harus senantiasa dijaga agar kita para pemuda dapat melanjutkan tongkat estafet dari generasi pendahulu kita dengan baik.
Tantangan-Tantangan dalam Mewujudkan Kemandirian Nasional
Di dalam bukunya yang berjudul Selamatkan Indonesia, Amien Rais menyampaikan bahwa salah satu penghambat terbesar dari upaya bangsa ini untuk dapat mandiri adalah karena banyaknya elite bangsa kita yang bermental inlander. Para elite Indonesia yang bermental inlander ini memiliki mentalitas layaknya seorang kuli yang tunduk pada tuannya dimana tuan dalam konteks ini adalah pihak asing yang berkepentingan untuk memanfaatkan potensi Indonesia. Celakanya hal ini didukung oleh para sebagian kaum intelektual kita yang bermental abdi penguasa. Tidak heran kekayaan alam kita sebagian besar dikelola asing. Situasi ini memberikan tantangan yang berat bagi negeri ini dalam upaya mewujudkan kemandirian bangsa.
Padahal dengan kekayaan alam yang tersebar di seluruh penjuru tanah air serta didukung dengan jumlah populasi penduduk yang telah menembus lebih dari 230 juta orang, negeri ini memiliki potensi yang begitu besar untuk tidak hanya sekedar menjadi bangsa yang mandiri, namun juga menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa lainnya. Tetapi oleh karena ulah segelintir orang serta masih bersemayamnya mentalitas negatif yang kontraproduktif membuat negeri ini masih tertahan sebagai negara berkembang.
Menghasilkan Pemuda Inovatif yang Dapat Berperan Sebagai Katalisator
Pemuda merupakan pewaris perjuangan dari generasi pendahulunya di masa depan dalam rangka melanjutkan upaya merealisasikan kemandirian nasional serta mengangkat harkat dan martabat negeri ini di mata dunia. Oleh karena itu seyogianya para pemuda telah menyiapkan diri sedari dini agar dapat menyesuaikan diri dengan gegap gempita persaingan global di masa yang akan datang.
Mengingat besarnya tantangan yang dihadapi maka tidaklah cukup menyiapkan pemuda biasa dimana perlu disiapkan pemuda yang saya istilahkan sebagai pemuda inovatif. Pemuda inovatif dalam definisi saya adalah pemuda yang mampu menjawab tantangan zaman yang senantiasa berganti dari satu era ke era lainnya dengan segala inovasi dan kreatifitas yang dimilikinya. Di masa sekarang segala hal berubah dengan cepat sehingga pergeseran dari satu era yang lama ke era yang baru seakan-akan berlangsung dengan sekejap. Akibatnya bangsa yang tidak siap maka akan tersisih dari arena persaingan global. Oleh karena itulah suatu bangsa dituntut untuk dapat menyiapkan pemuda inovatif yang mampu membawa suatu bangsa untuk dapat bersaing secara kompetitif dalam kompetisi global.
Pemuda inovatif itu sendiri setidaknya harus memiliki faktor-faktor berikut ini, yakni kepemimpinan, kompetensi, karakter, kreativitas dan koneksi. Faktor pertama, yakni kepemimpinan atau leadership mutlak harus dimiliki oleh pemuda inovatif karena mereka dituntut untuk dapat menentukan visi ke depan dari mimpi yang mereka rancang. Dalam konteksnya dengan tulisan ini maka pemuda inovatif harus mampu menyusun visi yang dapat mendekatkan bangsa ini pada selangkah lebih dekat menuju kemandirian nasional. Faktor kepemimpinan ini tentunya harus ditunjang dengan integritas agar mereka tidak menggunakan keahlian yang mereka miliki untuk kepentingan yang picik.
Faktor kedua adalah kompetensi. Seorang pemuda inovatif haruslah mampu memiliki beberapa kompetensi sebagai syarat agar ia mampu bersaing dalam kompetisi yang memiliki daya persaingan yang tinggi. Kemudian faktor ketiga adalah karakter. Tanpa adanya karakter yang tegas, maka pemuda inovatif ini dapat terseok-seok di tengah pertarungan dan selanjutnya dapat tersisih dari kompetisi.
Faktor yang keempat adalah kreativitas. Kreativitas seperti halnya inovasi merupakan suatu hal yang mutlak harus dimiliki oleh pemuda inovatif. Kreativitas dari pemuda inovatif ini senantiasa dibutuhkan oleh negara yang memerlukan ide-ide segar dan brilian untuk diimplementasikan di tingkat nasional. Lalu faktor yang kelima adalah koneksi dan kemampuan dalam berkomunikasi. Faktor ini sangatlah penting karena dalam konteks hubungan global tiap bangsa-bangsa diharuskan menjalin hubungan dengan bangsa lain. Diharapkan dengan dikuasainya faktor ini maka sang pemuda inovatif ini mampu menjalin koneksi dengan pihak-pihak di dalam maupun di luar negeri agar koneksi tersebut dapat dimanfaatkan untuik kemajuan bangsa ini.
Semua faktor-faktor ini mutlak harus dimiliki bagi pemuda inovatif karena ini merupakan faktor-faktor yang fundamental bagi pemuda inovatif untuk dapat berperan sebagai katalisator dalam upaya mewujudkan kemandirian nasional. Oleh karena itu dengan dikuasainya faktor-faktor ini oleh pemuda inovatif maka bangsa ini dapat menaruh harapan besar pada mereka. Sebab bagaimanapun juga kualitas, produktivitas, dan daya saing SDM akan menjadi kunci keberhasilan bangsa.
Penutup
Bagi saya, Compfest2011 ini merupakan acara inovatif yang dirancang oleh para pemuda inovatif. Dimana acara ini dapat memberikan imbas yang besar bagi terwujudnya kemandirian nasional, khususnya di bidang Teknologi Informasi. Mengapa demikian? Sebab sejauh yang saya ketahui acara ini merupakan acara pertama yang bertema Teknologi Informasi yang memadukan berbagai macam ragam acara dalam satu rangkaian acara yang terintegrasi yang diselenggarakan oleh para pemuda khususnya mahasiswa. Selama ini event-event seperti ini kerap diadakan oleh para event organizer besar yang telah berpengalaman.
Di samping itu acara ini juga mengemban misi mulia, yakni sebagai wujud bakti dari para pemuda yang sedang menuntut ilmu di Fasilkom UI dalam upaya menunjukkan bahwa para pemuda Indonesia mampu menyelenggarakan acara yang bermanfaat yang menunjang upaya para pemimpin bangsa ini dalam mewujudkan kemandirian nasional, khususnya di bidang Teknologi Informasi. Oleh karena itu tak salah bila mahasiswa Fasilkom UI secara langsung telah menjadi katalisator bagi upaya mewujudkan kemandirian nasional di bidang Teknologi Informasi melalui Compfest2011.
Terakhir izinkan saya menyitir kata-kata mutiara dari Shofwan Al Banna seorang pemuda Indonesia yang telah berprestasi di tingkat internasional yang berbunyi sebagai berikut,
“Mari percaya bahwa Indonesia masa depan adalah kisah tentang kegemilangan.”
Sumber Bacaan dan Referensi
Sumber Bacaan dan Referensi
- Buku Selamatkan Indonesia karangan Amien Rais
- Buku Making Globalization Works karangan Joseph E. Stiglitz
- Buku Habibie dan Ainun karangan B.J. Habibie
- Laporan studi Goldman Sachs yang dapat diakses di http://www2.goldmansachs.com/ideas/brics/book/BRIC-Full.pdf
- Headline Kompas Edisi 23 Mei 2011 dapat diakses di http://epaper.kompas.com/epaperkompas.php
- Kata mutiara dari Shafwan Al Banna disitir dari http://www.mkamal.info/indonesia-masa-depan-adalah-kegemilangan/
Langganan:
Postingan (Atom)