Setres!! Itulah yang ada di benak saya hari ini. Sebab niat eksekusi bisnis lele dan bebek yang harusnya udah bisa dilakukan pada awal Agustus ini menjadi harus dijadwal ulang kembali. Penyebabnya tidak lain adalah karena pemilik lahan yang tadinya mau diajak kerja sama membatalkan rencananya untuk meminjamkan lahannya. Padahal lahan merupakan hal yang krusial dalam melaksanakan bisnis peternakan dan dalam realitanya tidak mudah mendapatkan lahan yang mudah untuk digarap. Tapi ya sudahlah setidaknya saya dan teman saya cuma rugi waktu dan mungkin ongkos survei ke lapangan yang tidak seberapa. Yang penting ganjalan ini bisa dijadikan pengalaman berharga dalam masuk ke bisnis peternakan.
Oiya terkait timeline yang nano-nano, jadi kebetulan di timeline saya dari awal saya online malam di twitter hari ini hingga pukul 1.45 dinihari ini terdapat aktor-aktor politik yang sedang membahas pemira. Dimulai dari curhat salah satu panitia pemira terkait chaosnya pemira tahun kemarin dan disusul curhat dari salah satu anggota lembaga legislatif tingkat universitas yang merasakan kuatnya tarik menarik kepentingan dalam kehidupan politik kampus. Saya yang udah mahasiswa tingkat akhir ini pun hanya tersenyum melihat seliweran tweet-tweet tersebut di timeline saya. Saya membaca rangkaian tweet-tweet tersebut, namun saya sama sekali tidak berminat untuk berkomentar because it’s useless!! You should take care in other issues that give benefit for you and maybe for people around you. Kenapa saya berkomentar seperti ini di dalam blog saya?? Karena saya kapok sempat memiliki rasa benci yang besar pada beberapa kelompok yang dalam persepsi saya berlaku secara tidak baik (walaupun besar juga kemungkinan bahwa yang tidak baik sebenarnya adalah saya) di dalam diri saya akibat terjebak dalam ruwetnya dunia politik kampus.
Pada akhirnya dalam tulisan yang sangat ringan ini (males mikir ribet) saya ingin menyimpulkan bahwa sesungguhnya quotes ini “A politician thinks of the next election. A statesman, of the next generation” nyaris benar apa adanya. Nah tugas kitalah (kita?? gw ga ikutan kali :p) untuk merubah stigma bahwa politik itu hanyalah pertempuran kepentingan semata menjadi suatu sarana untuk mewujudkan pengabdian kita kepada masyarakat tempat kita bernaung. Oiya ada tweet mantap dari eks Kadep saya di BEM UI dulu yakni Ridhaninggar,
“Untuk berkontribusi di kampus, mungkin memang lebih baik ga tau politik kmpus. Untuk berkontribusi di Indonesia, mungkin memang lebih baik ga tau politik penguasa.”
Sulit untuk tidak mengatakan bahwa dalam faktanya mungkin apa yang diungkapkannya nyaris benar 100%. Dalam faktanya memang sangat sedikit ada politikus yang berjiwa negarawan. Oleh karena itulah saya telah mencamkan dalam hati saya bahwa bila nanti saya akan terjun ke partai politik maka saya hanya boleh melakukannya jika dua syarat ini telah terpenuhi, yakni hidup berkecukupan dan berjiwa kenegarawanan. Jika dua hal ini gagal terpenuhi, sementara saya memaksakan tetap bergabung ke dalam partai politik hanya untuk memenuhi ego saya atau malah (naudzubillah) untuk kepentingan pribadi maka kelak yang terjadi adalah saya akan menjadi serupa dengan tipikal sebagian besar politikus Indonesia saat ini.
Semoga Allah senantiasa menjaga integritas kita dalam setiap langkah kita ^^